BERITAPOPULER.CO.ID, BANDUNG– SMAN 1 Bandung (SMANSA) mengalami kekalahan dalam gugatan sengketa tanah yang dilayangkan oleh Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) di Pengadilan Tinggi Umum Negeri (PTUN) Bandung.
Perkara dengan nomor 164/G/2024/PTUN.BDG ini melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung. Keputusan yang diambil oleh majelis hakim memperlihatkan betapa rumitnya permasalahan sengketa tanah yang melibatkan institusi pendidikan, serta mencerminkan buruknya implementasi reforma agraria secara umum di Indonesia.
Majelis hakim yang dipimpin Tedi Romyadi mengabulkan gugatan Perkumpulan Lyceum Kristen yang meminta pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11/Kel. Lebak Siliwangi yang diterbitkan pada 19 Agustus 1999.
Sertifikat tersebut semula atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang kemudian beralih ke SMAN 1 Bandung. Putusan ini menyatakan bahwa sertifikat hak pakai tersebut batal demi hukum dan harus dicabut.
“Menyatakan eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi tidak diterima seluruhnya,” kata majelis hakim dalam putusannya.
Majelis hakim mewajibkan tergugat (SMANSA dan BPN Kota Bandung) untuk mencabut sertipikat Hak Pakai Nomor11/Kel. Lebak Siliwangi, terbit tanggal 19 Agustus 1999, Surat Ukur tanggal 12-4-1999 No.12/Lebak Siliwangi/1999, luas 8.450 M2, atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Cq. Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat.
Lantas bagaimana kronologi gugatan dan ancaman penggusuran yang dialami SMANSA Bandung tersebut?
SMANSA Bandung menghadapi ancaman penggusuran setelah Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
Gugatan ini didaftarkan pada 4 November 2024 dan ditujukan kepada Badan Pertanahan Kota Bandung sebagai tergugat, serta Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat sebagai tergugat intervensi.
PLK mengklaim sebagai penerus Het Christelijk Lyceum (HCL), yang disebut pernah memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas lahan tempat SMAN 1 Bandung berdiri saat ini.
PLK menuntut pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 00011/Kel. Lebak Siliwangi yang diterbitkan pada 19 Agustus 1999 atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandung.
Mereka berargumen bahwa penerbitan sertifikat tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas pemerintahan yang baik. Sidang telah berlangsung sebanyak 12 kali, dan agenda berikutnya adalah pembacaan kesimpulan pada 20 Maret 2025 secara e-court.
Pihak SMANSA Bandung mengaku terkejut dengan adanya gugatan ini karena sejak sekolah itu mulai menempati lahan tersebut pada 1958, tidak pernah ada sengketa hukum sebelumnya.
Kepala Sekolah SMANSA Bandung, Tuti Kurniawati, mengungkapkan bahwa awalnya pihak sekolah merahasiakan informasi ini dari siswa agar tidak menimbulkan kekhawatiran.
Namun, kabar tersebut akhirnya sampai kepada para siswa ketika pihak sekolah mengadakan doa bersama pada Kamis (6/3/2025). Saat sesi pembacaan doa, terucap mengenai permasalahan yang sebenarnya sedang dihadapi SMANSA Bandung.
“Proses belajar saat ini tidak terganggu. Cuma secara psikologis, anak-anak ini khawatir karena memang mereka baru tahu kabarnya [sengketa SMAN 1 Bandung] kemarin,” kata Kepsek SMAN 1 Bandung Tuti Kurniawati, Jumat (7/3/2025) dikutip dari detik.com.
Menanggapi permasalahan yang sedang dihadapi SMAN 1 Bandung, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, melalui Analis Hukum Ahli Madya Biro Hukum Setda Provinsi Jawa Barat, Arief Nadjemudin, menegaskan bahwa sertifikat hak pakai yang dimiliki SMANSA Bandung telah sah secara hukum dan dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung.
Selain itu, HCL yang diklaim sebagai pendahulu PLK telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang berdasarkan putusan pengadilan. Dengan demikian, klaim PLK atas tanah tersebut dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Arief menyebut, larangan tersebut berdasarkan pertimbangan hukum Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 228/Pdt.G/2022/PN.Bdg tanggal 9 Mei 2023 juncto. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3551 K/Pdt/2024 tanggal 3 Oktober 2024 karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 50 Prp 1960.
Siswa Kecewa dengan Putusan
Ketua OSIS SMANSA Bandung Tarisha Oiqa Surya Putri mengaku kecewa dengan putusan tersebut. Menurutnya keputusan hakim tidak memprioritaskan pelayanan publik bagi ribuan siswa SMANSA Bandung.
Diketahui terdapat 1.165 siswa dan 68 guru di SMAN 1 Bandung. Terdapat 33 rombongan belajar di sekolah itu.
Ia pun mengungkapkan, putusan ini mengakibatkan para siswa khawatir harus mencari sekolah baru. Padahal, untuk memasuki sekolah ini melewati proses seleksi yang ketat.
“Sekolah ini bukan hanya bangunan namun fasilitas yang menunjang hak kami untuk mendapatkan pendidikan yang layak, ” tegas Tarisha kepada kompas.id
Dilansir dari bandungbergerak.id Kepala SMANSA Bandung, Tuti, mengungkapkan bahwa pihak sekolah akan menunggu langkah hukum selanjutnya yang sedang dipersiapkan oleh Biro Hukum Provinsi Jawa Barat. Ia mengonfirmasi bahwa salah satu opsi yang tengah dipertimbangkan adalah banding.
“Biro Hukum sedang mempersiapkan langkah-langkah dan upaya hukum selanjutnya, salah satunya banding dan langkah-langkah lainnya,” ujar Tuti dalam pesan singkat kepada BandungBergerak, Sabtu, 19 April 2025.
Arief Nadjemudin, seorang analis hukum di Biro Hukum Setda Pemprov Jawa Barat, juga mengungkapkan rencana untuk mengajukan banding terhadap putusan tersebut.
Menurutnya, ada beberapa aspek yang perlu dipertanyakan dalam keputusan PTUN, salah satunya adalah legal standing atau alasan hukum dari PLK yang mengajukan gugatan.
“Putusannya terkait dengan legal standing penggugat ini kan juga gak jelas, mengklaim sebagai pengurus Het Christelijk Lyceum yang kini PLK. Perkumpulan ini sudah dibubarkan pemerintah karena dianggap sebagai organisasi terlarang,” jelas Arief. (*)