BERITAPOPULER.CO.ID, JAKARTA-Revisi Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri) tengah memicu perdebatan sengit di kalangan publik dan politisi. Perubahan besar dalam 47 pasal RUU Polri ini memperluas kewenangan Polri, yang dianggap berpotensi mendominasi berbagai sektor strategis dalam pemerintahan. Perluasan kewenangan ini dapat mengarah pada ketidakseimbangan kekuasaan antara Polri dan TNI, serta berdampak pada sistem pemerintahan Indonesia.
Slamet Ginting, Pengamat Politik dan Militer dari Universitas Nasional, menilai bahwa revisi ini dapat mengarah pada pembentukan negara kepolisian. “Saat ini kita melihat ketidakseimbangan yang mencolok. Jika kewenangan Polri terus diperluas tanpa batasan yang jelas, kita sedang menuju negara kepolisian,” ungkapnya dalam sebuah diskusi yang dipandu oleh jurnalis senior Hersubeno Arief, Minggu, (16/03/2025).
Salah satu perubahan yang paling kontroversial adalah pemberian yurisdiksi Polri di wilayah udara dan laut, yang sebelumnya merupakan ranah TNI Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Hal ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara Polri dan TNI, yang selama ini memiliki peran yang jelas dalam sistem pertahanan negara.
Selain itu, revisi ini juga memungkinkan penempatan personel Polri di berbagai kementerian dan instansi tanpa batasan yang jelas, berbeda dengan TNI yang hanya dapat ditempatkan di 15 lembaga tertentu. Ginting menyatakan, “Ini berpotensi menjadikan Polri memiliki pengaruh yang lebih luas dibandingkan TNI dalam sistem pemerintahan.” Dengan pengaruh yang semakin besar, Polri dapat menguasai hampir seluruh sektor strategis, mulai dari pangan, energi, hingga siber, yang sebelumnya merupakan domain TNI atau lembaga sipil.
Status Brigade Mobil (Brimob) juga menjadi sorotan dalam revisi ini. Meskipun tetap berada dalam struktur Polri, Brimob memiliki fungsi yang semakin mirip dengan pasukan paramiliter, memunculkan kekhawatiran tentang perlunya posisinya dipertimbangkan kembali, apakah seharusnya berada di bawah Kementerian Pertahanan.
Jika dibandingkan dengan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI), yang hanya mengalami perubahan pada tiga pasal, revisi UU Polri menunjukkan perluasan kewenangan yang sangat signifikan. RUU TNI tetap membatasi peran militer pada sektor pertahanan negara, meskipun memperbolehkan perwira aktif menduduki jabatan sipil di beberapa lembaga negara. Ginting juga menyoroti potensi politisasi TNI, yang jika tidak dikelola dengan hati-hati, dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara sipil dan militer.
Revisi UU Polri yang luas ini mengubah lanskap kekuasaan dalam sistem pemerintahan Indonesia. Jika tidak dikontrol dengan baik, perubahan ini dapat menciptakan dominasi Polri yang berlebihan, menggeser keseimbangan kekuasaan, dan berdampak pada stabilitas demokrasi Indonesia.(lis)