JAKARTA – Pernyataan Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) minta kasus e-KTP dihentikan memantik beragam respon.
Salah satunya yakni Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman. Benny mengusulkan supaya pimpinan lembaganya memanggil Agus Rahardjo untuk mengetahui lebih rinci.
Maksud Benny untuk mengusulkan pimpinannya memanggil Agus terkait pernyataan Agus yang mengungkapkan amarah Presiden Jokowi di balik pengusutan kasus e-KTP.
Dalam pernyataan yang dilayangkan Agus, Jokowi disebut sempat meluapkan amarahnya dan meminta agar pengusutan kasus korupsi e-KTP dihentikan.
Benny mengaku ingin mengetahui penjelasan lebih rinci di balik pernyataan Agus, terutama jika pernyataan itu benar, Jokowi dinilai telah mengintervensi proses hukum di KPK.
“DPR sebaiknya panggil eks Ketua KPK Agus Rahardjo atau Pak Agus datang ke DPR menerangkan lebih rinci pernyataannya ini. Apa betul Presiden Jokowi mengintervensi Proses hukum di KPK,” kata Benny saat dihubungi, Jumat (1/12/2023).
Politikus Partai Demokrat itu tak ingin agar pernyataan Agus Raharjo hanya menjadi hoaks di masyarakat. Menurutnya, jika pernyataan Agus benar, maka akan memancing kemarahan masyarakat.
Agus Rahardjo merupakan Ketua KPK periode 2015-2019. Di bawah kepemimpinannya kala itu, KPK sempat mengusut kasus besar e-KTP yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto.
Pengakuan Agus itu disampaikan dalam wawancara Rosi di Kompas TV. Status hukum Setnov sebagai tersangka diumumkan KPK secara resmi pada Jumat, 10 November 2017.
“Itu di sana begitu saya masuk Presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak ‘hentikan’. Kan, saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” kata Agus.
Saat itu Agus tidak menghentikan kasus korupsi e-KTP karena lembaganya tidak memiliki kewenangan tersebut. Agus meyakini setelah KPK jalan terus mengusut kasus tersebut, hal ini berimbas pada revisi UU KPK pada 2019.
Dalam revisi UU KPK, terdapat sejumlah ketentuan penting yang diubah. Di antaranya KPK kini di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan SP3 atau penghentian kasus.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengaku telah mengecek pertemuan dimaksud, namun tidak ada dalam agenda presiden.
“Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden,” kata Ari melalui keterangan tertulis. (*)