Scroll untuk baca artikel
Ads Beritapopuler.co.id 325x300
Populis

Fenomena Memperdebatkan “Debat”

×

Fenomena Memperdebatkan “Debat”

Sebarkan artikel ini

Edi Sugianto
Ketua LPPM IAI Al Ghurabaa Jakarta, dan AIK UMJ

BERITAPOPULER.CO.ID – Para Capres-cawapres belum turun panggung, nitizen dan para pendukung setianya di seluruh penjuru dunia sudah -ramai memperdebatkan gagasan dari jagoannya masing-masing.

Example 300x600

Menurut saya, ini fenomena positif bagi demokrasi kita. Memang, apatisme harus terus diberangus, agar demokrasi kita semakin bermutu hingga akar rumput.

Di berbagai grup-grup Medsos. Mulai grup keluarga, alumni, dan komunitas-komunitas lainnya, ramai dengan komentar debat. Ada yang argumentatif, lelucon, dan irasional.

Kini, masyarakat mulai sadar bahwa dialog atau dialektika demokrasi adalah persoalan urgen. Misalnya, harga-harga bahan pokok dan layanan lainnya adalah output dari kebijakan pemerintah. So, salah memilih pemimpin, secara politik akan berakibat fatal bagi kebijakan-kebijakan kehidupan bermasyarakat, bisa lima , bahkan berkelanjutan.

Menurut sebagian kalangan, format debat yang diadakan adalah kurang menarik, sebab terlalu menoton. Misalnya, panelis seakan hanya bertugas pembuka soal, atau kurang interaktif.

dialektika dalam bentuk lisan (debat) tidak sama dengan tulisan. Mestinya, debat terbuka lebih asyik dibanding di potcast, , dan Medsos. Namun, sepertinya fenomena memperdebatkan “debat” adalah lebih menarik dibanding dengan debat aslinya.

Debat antara Capres-cawapres boleh hanya 120 menit, tapi nitizen versus nitizen, atau nitizen versus buzzerRp bisa berhari-hari tetap memanas, kayak nasi dalam rice cooker, haha.

Tidak hanya penguasaan materi yang menjadi sorotan, etika debat pun sangat sensitif menjadi indikator penilaian publik. Respons antara satu Paslon dengan Paslon lainnya, baik lisan dan isyarat tak luput dari bidikan kamera demokrasi.

Qadarullah, hari ini saya menghadiri undangan lain di venue yang sama dengan debat Cawapres pendana, yaitu di JCC. Memang, hawanya masih terasa, meski kopi cappucino menjadi hidangan pembuka.

Sedappp memang, percakapan politik kita hari-hari ini, apalagi ini mendekati hari pencoblosan. Politisasi ibadah berbau , hingga singkatan-singkatan yang bernada gunjingan. Semua menjadi dinamika dan warna. Mau atau tidak, itulah demokratisasi yang tengah kita alami.

Meski, kondisi demokrasi kita tidak baik-baik saja di lingkaran elit, dan pengambil kebijakan, namun yakinlah masyarakat sebagai pilar penyanggah terakhir demokrasi tidak akan pernah runtuh diterpa kerakusan penguasa.

Kuncinya adalah teruslah memperdebatkan debat, demi kualitas demokrasi Indonesia di masa depan. Kalau bukan kita lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi. Salam Demokrasi! (*)

Dapatkan berita terupdate beritapopuler.co.id di:
Populis

Abdul RohmanMahasiswa Institut Agama Islam Al-Ghuraba Jakarta BERITAPOPULER.CO.ID – Sedih, kesal, dan miris; heboh pemberitaan…

Populis

Benny SusetyoBudayawan BERITAPOPULER.CO.ID – Agama sebagai etika publik dalam kehidupan masyarakat Indonesia bukan sekadar penting,…