BERITAPOPULER.CO.ID, JAKARTA – Kasus kelangkaan pupuk yang dikeluhkan petani, tingginya impor pangan akhir-akhir ini terutama beras, dan perkembangan kondisi pertanian dan pangan global merupakan pokok – pokok diskusi pada acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Keberlanjutan Usaha Pertanian: Ketersediaan Pupuk dan Dukungan Input Agro” oleh Nagara Institute yang digelar di Bandung, Jawa Barat pada Rabu (24/1/2024).
FGD ini diikuti para pemangku kepentingan pertanian dan pangan seperti Pemprov Jawa Barat, Perwakilan DPR RI, Kementerian Pertanian, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat, Senior Project Manager Advokasi Publik PT Pupuk Indonesia Yana Nurahmad Haerudin, akademisi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran dan pengamat pertanian, Khudori.
“Diskusi ini bertujuan menyerap masukan tentang permasalahan ketersediaan input pertanian secara umum, dan pupuk bersubsidi secara khusus, dan menyusun formulasi perbaikan kebijakannya,” ujar Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faisal.
Lebih lanjut Akbar menjelaskan bahwa isu ini menjadi sangat krusial karena beberapa alasan, yaitu: selalu berulangnya kasus kelangkaan pupuk yang dikeluhkan petani, tingginya impor pangan akhir-akhir ini terutama beras, dan perkembangan kondisi pertanian dan pangan global yang ditandai dengan gangguan produksi pangan, restriksi ekspor dari negara-negara penghasil pangan, serta subsidi pertanian terselubung negara-negara besar untuk melindungi petaninya.
Dalam konteks ekonomi politik Indonesia, isu ini juga telah mengemuka pada debat perdana calon presiden peserta Pilpres 2024 pada 12 Desember 2023 lalu dan debat kedua calon wakil presiden pada 21 Januari 2024. Momentum yang baik ini perlu dimanfaatkan agar pemerintahan baru yang akan terbentuk pada 2024 mendatang dapat memberi solusi konkrit atas permasalahan ketersediaan pupuk untuk mendukung kedaulatan pangan sebagai pondasi tercapainya Indonesia Emas 2045.
Dari diskusi yang menghangat dengan seluruh narasumber dan pemangku kepentingan yang hadir, upaya perbaikan mengerucut pada beberapa poin utama:
- Penguatan kapasitas produksi nasional, melalui kerja sama stratejik dengan negara-negara penghasil bahan baku pupuk yang tidak bisa dicakup dalam negeri, yaitu kalium dan fosfor.
- Perlunya mengawal rencana tambahan alokasi subsidi pupuk sebesar Rp 14 triliun agar benar-benar terealisasi baik dalam jumlah maupun ketepatan waktunya untuk memanfaatkan momentum masa tanam.
- Perlunya regulasi pada tingkat yang lebih tinggi mengenai pupuk bersubsidi untuk menyinkronkan berbagai pemangku kepentingan, yang saat ini hanya diatur oleh Permentan No.10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan HET Pupuk bersubsidi Sektor Pertanian, dan Permendag No.04 Tahun 2023 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian,
- Perlunya eksplorasi berbagai alternatif skema subsidi meliputi subsidi input yang selama ini sudah berjalan, subsidi harga produk/output, subsidi berbasis lahan dan subsidi langsung ke petani, serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing skema.
- Perlunya perbaikan data calon penerima dan calon lokasi (CPCL) serta penyempurnaan sistem elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK);
- Peningkatan efisiensi, kapasitas dan kemampuan penyimpanan dan skala ekonomi dari pelaku rantai penyaluran pupuk, meliputi distributor, gudang dan kios
- Pemupukan berimbang yang dibarengi dengan aplikasi pemanfaatan pupuk organik/majemuk guna mewujudkan pertanian berkelanjutan.
Selain itu, Akbar juga menjelaskan kebijakan pupuk seharusnya tidak terpisah dari strategi besar penguatan pertanian dan kedaulatan pangan.
“Oleh karena itu, diperlukan komitmen yang lebih kuat dari pemerintah untuk memperkuat kedaulatan pangan yang bukan hanya berbasis pada pangan murah, tetapi lebih kepada pembangunan kesehatan manusia dan kesejahteraan petani. Karena itu, kebijakan subsidi pupuk juga harus diikuti oleh penguatan input pertanian pangan lainnya,” jelasnya.
Dalam hal kualitas tenaga kerja pertanian, diperlukan upaya menarik generasi muda untuk terjun ke sektor jasa produksi dan jasa pendukung pertanian, serta penguatan tenaga penyuluh dan pendamping. Dalam hal lahan, diperlukan ketegasan atas penerapan rencana tata ruang wilayah (RTRW) untuk menjaga lahan produktif, melengkapi program sertifikasi tanah yang diluncurkan pemerintah dengan literasi keuangan, serta mengembangkan sistem pertanian kolektif untuk wilayah dengan kepemilikan lahan yang kecil. Demikian pula diperlukan penguatan atas produksi obat-obatan, alat dan mesin pertanian dan benih unggul.
“Hasil kajian ini diharapkan akan menjadi masukan yang solutif dan implementatif bagi pemerintahan baru yang akan terpilih pada 2024 untuk meningkatkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan yang menjadi asas pangan nasional sesuai dengan amanat UU Pangan No. 18 tahun 2012,” tutup Akbar.